Selasa, 26 Maret 2013

Kurikulum Pendidikan Islam


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Q.S Luqman Ayat 12-19 dan Terjemah
وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (12) وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (13) وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (14) وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (15) يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ (16) يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ (17) وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (18) وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ (19)

Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (12)
Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar". (13)
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (14)
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (15)
(Lukman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (16)
Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (17)
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (18)
Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai(19)

B.     Makna Kosakata QS. Luqman ayat: 12-19
الْحِكْمَةَ          :  Menurut istilah para ulama adalah
استكمال النفس الإنسانية باقتباس العلوم النظرية، واكتساب الملكة التامة على الأفعال الفاضلة، على قدر طاقتها      : Menyempurnakan jiwa manusia dengan memetik ilmu-ilmu teoritis, dan memperoleh bakat kemampuan yang sempurna terhadap  perbuatan-perbuatan yang utama yang sesuai dengan kadar potensinya.
 أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ            : Yakni hendaknya kamu bersyukur, atau bersyukurlah atas hikmah yang diberikan kepadamu. Syukur adalah sanjungan kepada Allah, mentaati perintah-Nya, dan menggunakan anggota badan untuk melakukan kebaikan yang diciptakan untuknya.
 فَإِنَّما يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ  : Maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; karena manfaat  dan pahala syukur kembali kepadanya, yaitu kesinambungan dan bertambahnya nikmat.
غَنِيٌّ                  : Maha Kaya, tidak membutuhkan syukur makhluknya.
حَمِيدٌ                 : Maha Terpuji, terpuji pada kenyataan walaupun tidak dipuji, terpuji pada ciptaan-Nya, hal itu dinyatakan oleh seluruh makhluk-Nya dengan bahasa keadaan.

وَإِذْ قالَ لُقْمانُ لِابْنِهِ : Ingatlah ketika Lukman berkata kepada anaknya. Nama anaknya adalah An’am, Asykam, Matan, atau Tsaran menurut riwayat Suhayli.
 وَهُوَ يَعِظُهُ        : ia member pelajaran kepadanya. Mau’izhah (pelajaran) adalah mengingatkan kebaikan dengan cara lembut yang dapat melunakkan hati.
يا بُنَيَّ                : Bentuk tashghir dari ibni untuk menunjukkan kerinduan dan kecintaan.
 إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ : Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar. Kelaliman (zhalim) adalah meletakkan sesuatu  bukan pada tempatnya. Syirik dikatakan zhalim, karena syirik menyamakam antara pemberi nikmat satu-satunya dengan bukan pemberi nikmat.
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسانَ    : Yakni kami perintahkan dan kami wajibkan.
 بِوالِدَيْهِ             : Yakni untuk berbuat baik kepada keduanya.
وَهْناً                 : Kelemahan.
عَلى وَهْنٍ           : di atas kelemahan
وَفِصالُهُ              : Menyapihnhya.
 فِي عامَيْنِ          : Dalam dua tahun. Ini merupakan dalil bahwa waktu menyusui paling lama adalah dua tahun.
 أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوالِدَيْكَ : ini merupakan penjelasan atas : وصيّنا
الْمَصِيرُ                : tempat kembali, maka Aku akan menghisabmu atas kesyukuran atau kekufuran.
ما لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ  : sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu
فَلا تُطِعْهُما          : maka janganlah kamu mengikuti keduanya (dalam hal itu).
مَعْرُوفاً               : dengan baik
وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنابَ إِلَيَّ  : dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, yakni kembali kepada-Ku dengan mentauhidkan dan mentaati-Ku dan mentaati Rasul-Ku.
فَأُنَبِّئُكُمْ بِما كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ     : maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
إِنَّها إِنْ تَكُ مِثْقالَ حَبَّةٍ       : sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi
 يَأْتِ بِهَا اللَّهُ                  : niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya)
 لَطِيفٌ خَبِيرٌ                  : Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
وَاصْبِرْ عَلى ما أَصابَكَ      : bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
 مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ             : termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
وَلا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ       : Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong)
 إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتالٍ فَخُورٍ : Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ                     : Dan sederhanalah kamu dalam berjalan
وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ       : dan lunakkanlah suaramu (pertengahan dalam bersuara)
إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْواتِ            : Sesungguhnya seburuk-buruk suara
لَصَوْتُ الْحَمِيرِ                : ialah suara keledai[1]

C.    Tafsir Ayat
1.         Ayat 12
Dalam buku Tafsir Al-Qurthubi, karangan Imam Al-Qhurtubi, dikatakan bahwa nama lengkap Luqman adalah Luqman bin Ba’ura’ bin Tarih. Tarih inilah yang juga bernama Azzar, ayah Ibrahim. Demikianlah garis keturunan Luqman yang disebutkan oleh Muhammmad bin Ishak. sementara itu itu ada yang berpendapat bahwa nama lengkapnya adalah Luqmanbin Anqa’ bin Sarun. Luqman adalah seorang nubah dari penduduk Ailah. demikian yang disebutkan oleh As-Shuhaili.[2]
Lukman adalah seorang tukang kayu, kulitnya hitam dan dia termasuk diantara penduduk Mesir yang berkulit hitam, dan dia termasuk penduduk Mesir serta dia adalah seorang yang sederhana. Allah telah memberinya hikmah kepadanya. hikmah menurut  Al-Maraghi adalah kecerdikan dan kebijaksanaan, sedabfkan menurut Ibnu Manzur hikmah diartikan sebagai keadilan, ilmu pengetahuan, kecerdasan, profesional dan bijak.[3] Syukur adalah memuji kepada Allah menjurus kepada perkara yang baik, cinta kebaikan untuk manusia, dan mengarahkan seluruh anggaota tubuh serta semua nikmat kepada ketaataan kepda_Nya.[4]
2.      Ayat 13
Dalam ayat ini, dikisahkan bahwa Lukman berpesan kepada anaknya, bahwa perbutan syirik itu merupakan kezaliman yang besar. Syirik dinamakan perbuatan yang zalim, karena perbuatan syirik itu berarti meleakakkan sesutau bukan pada tempatnya. Dan ia dikatakan dosa besar, karena perbuatan itu berartimenyamakan kedudukan tuhan, yang hanya dari Dia-lah nikmat, yaitu Allah swt, dengan sesuatu yang tidak memiliki nikmat apapun, yaitu berhala-berhala. Imam Bukhari telah meriwatakan sebuah hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud. Ibnu Mas’ud telah menceritakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman_Nya:
Maka hal itu dirasakan sangat berat oleh para sahabat, lalu mereka berkata :” siapakah diantara kita yang mencampuradukan imannya dengan perbuatan zalim?” Maka Rasulullah saw berkata: “sesungguhnya perbuatan zalim tidaklah demikian, tidakkah kalian pernah mendengar perkataan Lukman? (kemudian Rasulullah membaca surat Lukman ayat 13).

3.          Ayat 14 dan 15
Dua ayat ini merupakan selingan di nantara wasiat Luqman. Namun ada yang mengatakan bahwa sesungguhnya ini termasuk wasiat yang diasampaikan oleh Luqman kepada anaknya yang Allah beritakan. maksudnya adalah Luqman berkata kepada anaknya: ‘janganlah kamu menyekutukan Allah dan janganlah kamu taat kepada kedua orang tuamu dalam hal berbuat syirik. sebab, Allah telah mewasiatkan taat kepada kedua orangtua selama hal-hal tersebut tidak ada kaitannya ndengan kesyirikan dan kemaksiatan kepaa Allah Swt.’[5]
Selanjutnya pada pada ayat ini pula dijelaskan bahwa taat kepada kedua ibu bapak tidak berlaku dalam hal meninggalkan kewajiban yang bersifat individual. tetap wajib pada hal-hal mubah (dibolehkan) dan lebih baik tetap taat dalam hal meninggalkan ketaatna yang bersifat sunnah. misalnya jihad Kifayah  yang memperkenankan panggoilan ibu dalam shalat yang masih bisa diulang, karena khawatir ada sesuatu yang mungkin dapat mencelakai ibu dan hal-hal lain yang membolehkan shalat dihentikan.
Ketika Allh memberikan keistimewaan kepada ibu dengan suatu derajat, Dia menyebutkan kehamilan dan dengan derajat lain, Dia menyebutkan perihal menyusui. Dengan demikian, ibu mendapat tiga derajata sementara ayah hanya satu derajat.[6]


4.         Ayat 16
Ayat ini menuturkan bahwa ilmu Allah Swt meliputi segala sesuatu dan menghitung segala sesuatu. diriwayatkan bahwa anak Luqman pernah bertanya kepada ayahnya tentang sebuah biji yang jatuh ke dasar laut, apakah Allah mengetahuinya? maka Luqman pun kembali membaca ayat 16 ini.
Luqman bermaksud memberitahukan kepada anaknya bertapa besarnya kekuasaan Allah daan inilah puncak yang mungkin dapat dimengertinya, sebab khardal, berarti indera yang tidak mendapatkannya memiliki berat, sebab tidak ada timbangannya.[7]

5.         Ayat 17
Firman Allah “Hai, anakku, dirikanlah shalat”. Luqman berwasiat kepada anaknya dengan ketaatan-ketaatan paling besar, yaitu shalat, menyuruh kepada yang ma’ruf dab melarang dari yang munkar. tentu saja maksudnya adalah setelah diri sendiri melaksanakannya dan menjauhi yang munkar. Inilah ketaatan dan keutamaan paling utama.
Firman Allah selanjutnya adalah “ dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu,” mengandung anjuran untuk merubah kemunkaran sekalipun kita mendapatkan kemudharatan. ini mengisyaratkan bahwa orang yang merubah terkadang akan disakiti. ini semua hanya sebatas kemampuan, dan kekuatan sempurna hanya milik Allah Swt. bukan harus dan tidak dapat ditawar-tawar. Hal ini pun telah dijelaskan dengan lengkap dalam surah Ali Imran dan Al Maa’idah.[8]

6.         Ayat 18
Makna ayat ini adalah, jangan mencondongkan wajahmu kepada manusia karena sombong terhadap mereka, angkuh dan menghinakan mereka. Ini adalah takwil Ibnu Abbas RA dan sejumlah ulama. ada pula yang berpendapat bahwa maknanya adalah, ‘kamu memalingkan pipimu apabila seseorang disebutkan di sisimu, seakan-akan kamu menghinakannya. maka makna ayat tersebut adalah menghadapkan kepada mereka dan tawadhu, akrab dan penuh kakraban.
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh”. Kata مَرَحًا berarti angkuh dan sombong. Artinya, semangat berjalan dengan bangga, bukan karena ada pekerjaan dan bukan karena ada keperluan.[9]

7.         Ayat 19
Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan. “ KetikaLuqman melarang anaknya dari perilaku baik yang harus diterapkannya. Dia berkata “Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan,” maksudnya adalah, berjalanlah biasa-biasa saja yaitu berjalan antara cepat dan lambat. Artinya, janganlah kamu berjalan seperti orang lunglai dan janganlah pula seperti orang terlalu semangat. Dalam ayat ini terdapat dalil kesamaan buruknya suara nyaring saat berdialog dan bertengkar dengan suara keledai, sebab suara-suara itu sama-sama nyaring. Ayat ini merupakan pelajaran sopan santun dari Allah SWT, yakni tidak berteriak kapanpun dan dimanapun. [10]

D.    Kurikulum Pendidikan Dalam Islam
1. Pengertian Kurikulum Pendidikan Islam
Sebelum kita beranjak lebih jauh mengenai kurikulum pendidikan Islam, alangkah baiknya jika kita memahami arti kurikulum itu sendiri. kurikulum dapat dipandang sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai pendidikan.[11] sementara itu, M. Arifin memandang kurikulum sebagai seluruh bahan pelajaran yang harus disajikan dalam proses kependidikan dalan situasi sistem institusional pendidikan.[12]
Dalam buku faksafah pendidikan Islam karangan Omar Mohammad Al-Toumy A-Syaibany, kurikulum pendidikan Islam dikenal dengan kata “manhaj”, yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh pendidik bersama anak didiknya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka.[13]
Dapat kita pastikan bahwa pendidikan akhlak adalah pusat yang di sekelilingnya berputar program dan kurikulum pendidikan Islam. Dapat kita ringkaskan tujuan pokok pendidikan Islam dalam satu perkataan: Fadilah (sifat yang utama dalam bahasa Inggris (virtue). Filosof-filosof Islam sepakat bahwa Pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. Sebab tujuan pertama dan termulia pendidikan Islam adalah menghaluskan akhlak, dan mendidik jiwa.
Yang dimaksud akhlak  dan fadilah di sini ialah bahwa manusia berkelakuan dalam kehidupannya sesuai dengan kemanusiaannya, yaitu kedudukan mulia yang diberikan kepadanya oleh Allah melebihi makhluk-makhluk yang lain, dan ia diangkat sebagai khalifah. Dari situ maka ilmu adalah jalan ke arah pendidikan akhlak itu dan untuk sampai kepada fadilah ini. Dengan syarat ia bukanlah ilmu teoritis, tetapi ilmu praktis, yaitu ia haruslah diterjemahkan ke dalam kenyataan yang hidup yang menerapkan ketinggian akhlak bagi individu, perpaduan dan interdependen bagi kumpulan, kemajuan peradaban yang terus-menerus, dimana terlaksana kebaikan untuk individu dan kumpulan sekaligus.
Yang dimaksud dengan ilmu di sini adalah ilmu dengan jenis-jenisnya yang telah dibicarakan di bab yang lain, yaitu anggapan ilmu fardu’ain dan ilmu fardu kifayah, atau ilmu dunia dan ilmu agama sekaligus. Sejarah pendidikan Islam yang panjang itu menunjukkan bahwa keseimbangan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu dunia terdapat pada zaman-zaman kekuatan dan kegemilangan Islam. Keseimbangan ini tidaklah hilang kecuali pada zaman kelemahan. Jadi bukanlah sebabnya kelemahan karena Islam, tetapi karena menjauhi Islam.
Jadi dengan adanya keseimbangan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu dunia dalam kurikulum pendidikan dalam Islam, maka ada spesialisasi pada sebagian ilmu sesuai dengan periode perkembangannya sesuai dengan tingkat pendidikan. Sesuai dengan spesialisasi sempit pada tinggkat pendidikan tinggi, di mesjid-mesjid dan rumah-rumah hikmah (di universitas-universitas kemudian hari sampai sekarang).
Secara umum, dijaga agar kurikulum pendidikan dalam Islam itu meliputi ilmu-ilmu bahasa dan agama, ilmu-ilmu kealaman (natural), sebagai ilmu-ilmu yang membantu ilmu-ilmu ini atau itu seperti sejarah, geografi, sastra, sya’ir, nahu dan balagah dan filsafat dan logika.
Jadi kurikulum pendidikan dalam Islam bersifat fungsional, tujuannya mengeluarkan dan membentuk manusia Muslim, kenal agama dan Tuhannya, berakhlak al-Quran, tetapi juga mengeluarkan manusia yang mengenai kehidupan, sanggup memberi dan membina masyarakat itu dan mendorong dan mengembangkan kehidupan di situ, melalui pekerjaan tertentu yang dikuasainya.
Sedang pada tingkat-tingkat sesudah rendah itu, maka spesialisasi itu menguasai kurikulum. Namun walaupun spesialisasi itu, ada perhatian pada ilmu-ilmu bahasa dan agama, tetapi tentunya lebih sedikit.
Inilah kurikulum pendidikan formal dalam Islam yang sekaligus mewakili garis-garis besar kurikulum pendidikan non-formal pada lembaga-lembaga pendidikan non-formal, yang biasanya lebih berpengaruh, lebih dinamis, dan lebih penting dari lembaga-lembaga pendidikan formal.
2. Ciri-Ciri Kurikulum Pendidikan Islam
Secara umum, ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1.   Agama dan akhlak merupakan tujuan utama. segala yang diajarkan dan diamalkan  haruslah berlandaskan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah serta ijtihad para ulama.
2.   Mempertahankan pengembangan dan bimbingan terhadap semua aspek pribadi siswa dari segi intelektual, psikologis, sosial dan spiritual.
3.   Adanya keseimbangan antara kandungan kurikulum dan pengalaman serta kegiatan pengajaran.[14]
Sementara itu, Kurikulum memiliki dasar/asas-asas yang menjadi landasan pembentukan kurikulum pendidikan Islam itu sendiri, yaitu:[15]
      1. Dasar Agama
Kurikulum diharapkan dapat menolong siswa dalam membina iman yang kuat, teguh terhadap ajaran agama, berakhlak mulia dan melengkapinya dengan ilmu yang bermanfaat di dunia dan akhirat.
      2. Dasar Falsafah
Pendidikan Islam harus berdasarkan wahyu Tuhan dan tuntutan Nabi Muhammad SAW, serta warisan para ulama.
      3. Dasar Psikologis
Kurikulum yang diterapkan harus sesuai/sejalan dengan perkembangan siswa, tahap kematangan dan semua segi perkembangan.
4. Dasar Sosial
Kurikulum diharapkan dapat teraplokasikan oleh siswa dalam proses kemasyarakatan.

E.  Hubungan Surah Al-Luqman dengan Materi Pendidikan[16]
Pada ayat 12 Allah menjelaskan profil Lukman sebagai hamba Allah yang diberi anugerah Al-Hikmah dari-Nya. Dengan Al-Hikmah itu ia mendidik anaknya menjadi hamba Allah yang senantiasa bersyukur. Langkah-langkah Lukman mendidik anaknya dalam upaya mencapai ‘abdan syakura dijelaskan dalam ayat 13 sampai ayat 19 dengan rincian sebagai berikut:
a.       Larangan berbuat syirik, yaitu menyekutukan Allah dengan segala sesuatu
b.      Perintah berbuat baik kepada kedua orang tua/ keharusan berbuat baik kepada orang tua yang juga dibatasi oleh aturan-aturan Allah
c.       Keimanan.
d.      Shalat dan amar ma’ruf nahi munkar
e.       Etika

Dari sisi redaksi, secara keseluruhan nasihat Lukman berisi sembilan perintah, tiga larangan dan tujuh argumentasi. Sembilan perintan tersebut adalah:
   a.       Berbuat baik kepada orang tua
   b.      Syukur kepada Allah dan orang tua
   c.       Berkomunikasi dengan baik kepada orang tua
   d.      Mengikuti pola hidup anbiya’ dan shalihin
   e.       Menegakkan shalat
   f.       Amar ma’ruf
   g.      Nahi munkar
   h.      Sederhana dalam kehidupan
   i.        Bersikap sopan dalam berkomunikasi

   Adapun yang berbentuk larangan adalah:
   a.       Larangan syirik
   b.      Larangan bersikap sombong
   c.       Larangan berlebihan dalam kehidupan

Sedangkan ketujuh argumen tersebut adalah:
a.       Barang siapa bersyukur, sungguh syukurnya itu untuk dirinya sendiri, dan barang siapa kufur, sesungguhnya Allah Maha Kaya dan Maha terpuji
b.      Sesungguhnya syirik itu ialah kezaliman yang besar
c.       Kepada_Nya manusia dikembalikan, untuk mempertanggung jawabkan apa yang telah  diperbuatnya selama hidup di dunia
d.      Sesungguhnya Allah maha mengetahui segala sesuatu
e.       Sesungguhnya semua itu merupakan ‘azmil umuur/ merupakan sesuatu yang telah diwajibkan
f.       Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong
g.      Sesungguhnya sejelek-jelenya suara adalah suara keledai.

Berangkat dari beberapa rincian diatas, materi pendidikan yang terdapat dalam Al-Qur’an Surat Lukman yang telah disampaikan oleh Lukman al-Hakim kepada anaknya, dapat dikategorisasikan sebagai berikut:
Pertama‘aqaaid (Akidah), yang menyangkut masalah keimanan kepada Allah, hal ini sudah tercakup iman kepada malaikat, kitab-kitab_Nya, para nabi, hari kiamat, dan qadha dan qadar. Materi ini terdapat pada ayat 12,13, dan 16
Kedua, syari’at, yakni satu sistem norma Ilahi yang mengatur hubungan manusia denagn tuhan, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam. Kaidah syari’ah ini terbagi menjadi dua: pertama, ibadah, seperti shalat, thaharah, zakat, puasa dan haji. Kedua, mu’amalah yakni tata aturan Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan harta benda. Aspek syari’ah ini termaktub pada ayat 14,15, dan 17
Ketiga, Akhlaq. Secara etimologis, akhlaq adalah perbuatan yang mempunyai sangkut paut dengan khaliq (pencipta). Akhlaq ini mencakup akhlaq manusia terhadap khaliqnya, dan akhlaq manusia terhadap makhluk. Aspek ini terdapat pada ayat 14,15, 18, dan 19. Baik ibadah, muamalah, dan akhlak pada hakikatnya bertitik tolak dari akidah.


A. Kesimpulan
            Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai pendidikan. Sementara itu kurikulum pendidikan dalam Islam itu meliputi ilmu-ilmu bahasa dan agama, ilmu-ilmu kealaman (natural), sebagai ilmu-ilmu yang membantu ilmu-ilmu ini atau itu seperti sejarah, geografi, sastra, sya’ir, nahu dan balagah dan filsafat dan logika.
Materi pendidikan yang terdapat dalam Al-Qur’an Surat Lukman yang telah disampaikan oleh Lukman al-Hakim kepada anaknya, dapat dikategorisasikan sebagai berikut:
  1. aqaaid (Akidah), yang menyangkut masalah keimanan kepada Allah, Materi ini terdapat pada ayat 12,13, dan 16
  2. syari’at, yakni satu sistem norma Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan tuhan, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam. Aspek syari’ah ini termaktub pada ayat      14,15, dan 17
  3. Akhlaq. Secara etimologis, akhlaq adalah perbuatan yang mempunyai sangkut paut dengan khaliq (pencipta). Aspek ini terdapat pada ayat 14,15, 18, dan 19. Baik ibadah, muamalah, dan akhlak pada hakikatnya bertitik tolak dari akidah.

B. Daftar Pustaka

[Fathir, 2012] Fathir Rabbani, Abu, “Pendidikan Anak Dalam Perspektif Tafsir”, http://abufathirabbani.blogspot.com, diakses tanggal 20 Maret 2013, Jam 20.15 WIB.
Al-Qurthubi, Syaikh Imam. Tafsir Al-Qhurtubi. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009. Cet. Ke-4, hlm. 143.
Ahmad, Nurwadjah. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan. Bandung: Marja, 2010. hlm 159.
[Husen] Husen, “Tafsir Ayat Tebtag Materi Pendidikan”, http://husenblogs.blogspot.com, diakses tanggal 20 Maret 2013, jam 11.30 WIB.
Daradjat, Zahiyah, dkk. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1996. Cet. Ke-3, hlm. 121.
Arifin, HM. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 1991. hlm.183.
Mohammad, A-Syaibany Al-Toumy Omar. Falsafah Pendidikan Islam. (Terj. Hasan Langgulung). Jakarta: Bulan Bintang, 1984. hlm. 478.
Arief, Armay. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pers, 2002. hlm. 33.


[1] Abu FathirRabbani, Pendidikan Anak Dalam Perspektif Tafsir, http://abufathirabbani.blogspot.com, 2012, diakses tanggal 20 Maret 2013, Jam 20.15 WIB.
[2] Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qhurtubi, (Jakarta:Pustaka Azzam, 2009), Cet. Ke-4, hlm. 143.
[3] Nurwadjah Ahmad, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Bandung: Marja, 2010), hlm. 159).
[4] Husen, Tafsir Ayat Tebtag Materi Pendidikan, http://husenblogs.blogspot.com, diakses tanggal 20 Maret 2013, jam 11.30 WIB.
[5] Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qhurtubi, (Jakarta:Pustaka Azzam, 2009), Cet. Ke-4, hlm. 153.
[6] Ibid., hlm. 154.
[7] Ibid., hlm. 159.
[8] Lihat Tafsir surah Ali Imran ayat 21 dan surah Al Maa’idah ayat 67.
[9] Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qhurtubi, (Jakarta:Pustaka Azzam, 2009), Cet. Ke-4, hlm. 166-167..

[10] Ibid., hlm. 169-171.
[11] Zahiyah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet. Ke-3, hlm. 121
[12] HM. Arifin, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm.183.
[13] Omar Mohammad Al-Toumy A-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, (Terj. Hasan Langgulung), (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hlm. 478.
[14] Armay Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 33
[15] Ibid,.hlm. 34-35
[16] Husen, Tafsir Ayat Tebtag Materi Pendidikan, http://husenblogs.blogspot.com, diakses tanggal 20 Maret 2013, jam 11.30 WIB.