Rabu, 03 April 2013

Al-Hadits



Hadits merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an. Dengan demikian, hadits mempunyai kedudukan yang penting dalam Islam, yakni sebagai pedoman hidup setelah Al-Qur'an
A.      Pengertian Hadits
Menurut bahasa, hadits berarti “jadid” (sesuatu yang baru), juga berarti “Qarib” (yang baru saja terjadi), dan juga bisa berarti “Khabar” (warta/sesuatu yang dipercakapkan dari seseorang kepada orang lain). Jadi hadits menurut bahasa adalah segala yang baru, yang dekat, serta berita/warta dari Nabi Muhammad Saw.
Sementara itu, menurut istilah, hadits adalah apa yang telah diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW., terdiri dari ucapan-ucapan, perbuatan-perbuatan, atau berupa ketetapan-ketetapan.”[1]
Selain sebutan hadits, ada pula sebutan lain, yaitu sunnah. Kedua kata tersebut sama-sama populernya untuk menyebut sumber ajaran Islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Menurut bahasa, sunnah berarti “As Sirah” (perikehidupan/perilaku), juga berarti “At-Thariqah” (jalan/cara, metode), juga berarti  “At-Thabi’ah” (watak/tabi’at).
Sementara itu, menurut Istilah sunnah ialah segala sesuatu yang ditetapkan oleh Nabi Muhammad SAW dan tidak termasuk dalam kategori fardu atau wajib, berupa jalan hidup yang menjadi ikutan dalam urusan agama.[2]
Dalam literatus Islam, para ulama lebih banyak menggunakan istilah “sunna” daripada hadits. Namun pada intunya, baik hadits maupun sunnah maksudnya sama, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW., baik ucapan, perbuatan, maupun taqrirnnya yang dijadikan pedoman hidup dalam beragama setelah Al-Qur’an.

B.       Fungsi Hadits
1.      Menetapkan dan memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Qur’an
2.      Member perincian dan penafsiran terhadap ayat Al-Qur’an yang masih bersifat global /umum (Bayan al-Mujmal).
3.      Member batasan terhadap hal-hal yang masih belum terbatas di dalam Al-Qur’an (Taqyid al-Muthlaq).
4.      Member penentuan khusus ayat Al-Qur’an yang masih bersifat umum (Takhshish al’am)
5.      Memberi penjelasan terhadap hal-hal yang masih rumit di dalam Al-Qur’an (Taudlih al-Musykil).
6.      Menetapkan hukum/aturan-aturan yang tidak di dapati di dalam Al-Qur’an.


[1] Dewi Astuti, “Qur’an Hadits”, (Bandung: PT. Imperial Kencana, 2009), hlm. 9-10.
[2] Ibid.. hlm.10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar